Secara
pribadi saya menghadapi kesulitan yang luar biasa ketika berhadapan langsung
dengan sang perupa karena saya takut di kira merendahkan sang perupa bila saya
terkesan ‘menawar’ atau ‘menekan harga’ sehingga kebanyakan teman saya menilai
saya selalu membayar lebih tinggi dari harga yang sepantasnya. Karena
pengalaman inilah maka saya terdorong untuk menulis artikel ini.
Menentukan
harga yang pantas untuk suatu karya seni rupa bukanlah pekerjaan yang mudah
bagi pembeli karya seni rupa, terutama bagi kolektor baru yang selalu saja
merasa tidak memiliki informasi yang cukup bahkan tidak percaya diri untuk mengambil keputusan atau sikap atas harga
yang ditawarkan perupa maupun galeri. Saya yakin kolektor berpengalaman juga
kerap mengalami kesulitan menilai harga pantas untuk suatu karya perupa yang relatif
baru dan belum memiliki ‘harga pasar’ yang jelas.
Memang
banyak sekali faktor yang menjadi bahan pertimbangan dalam menilai harga yang
layak atas suatu karya seni rupa. Pengetahuan, Pengalaman, Daya beli
dan Pergaulan pembeli karya seni
rupa juga Motif untuk membeli
merupakan faktor utama yang saling terkait dan sangat menentukan di luar
faktor lainnya. Kerumitan memahami
perilaku yang mempengaruhi proses penilaian suatu karya seni rupa bertambah karena
setiap faktor penentu yang sudah saya sebutkan diatas memiliki bobot yang
berbeda bagi setiap individu sehingga sulit di generalisasi.
1.
PENGETAHUAN
Kesadaran akan keterbatasan pengetahuan tentang cara menilai
suatu karya seni rupa merupakan hambatan utama bagi calon pembeli karya seni
rupa sehingga cenderung memilih untuk tidak membeli karena takut membayar
terlalu mahal. Untuk mempermudah proses pengambilan keputusan membeli maka
perupa atau galeri harus mau mengedukasi calon pembeli tentang cara-cara
menilai suatu karya tanpa harus bias terhadap kepentingan untuk menjual
karyanya sendiri atau karya yang dimiliki galeri. Topik tentang cara menilai harga lukisan juga
di bahas di artikel dalam blog ini dengan judul ‘Menentukan Harga Lukisan’.
Kolektor baru membutuhkan informasi tentang harga dan cara menilai karya dalam
proses pembelajarannya.
Kolektor biasanya tidak hanya tertarik atas karya nya semata
tetapi juga atas cerita di balik terciptanya atau bahkan ‘perjalanan’ karya
tersebut termasuk filosofi yang mendasari proses penciptaannya hingga sejarah
hidup sang perupa. Semakin banyak yang diketahui calon pembeli maka pembeli
akan semakin mengenal sang perupa sehingga semakin besar peluang untuk tercapainya
kesepakatan harga. Ini menekankan pada pepatah ‘Tak kenal maka tak sayang’.
2.
PENGALAMAN
Mereka yang sudah mengoleksi sejumlah karya seni rupa sudah
memiliki pola dalam menilai suatu karya seni rupa dan cenderung lebih berani
serta percaya diri dalam menilai harga suatu karya. Pengalaman cenderung
menambah keyakinan dalam memberi penilaian yang pantas dan mempercepat proses
pengambilan keputusan membeli. Karenanya perupa dan galeri harus secara
bersama-sama mengedukasi calon pembeli dalam mengapresiasi karya seni rupa
secara baik dan benar.
3.
DAYA BELI
Keinginan dan kemampuan tidak selalu jalan beriringan. Pada
akhir nya daya beli yang akan menjadi batas atas kemampuan seseorang dalam
membeli suatu karya seni rupa. Kadang ada pengecualian dimana bisa tercapai
kesepakatan untuk mencicil pembayaran bila bertransaksi langsung dengan perupa
dan bila pembeli sudah dikenal sang perupa secara pribadi. Sama seperti industri
otomotif maupun ‘home appliance’ yang menawarkan cicilan maka kemungkinan besar
dunia seni rupa Indonesia bisa semakin berkembang bila perupa berani menawarkan
pembeli (diluar galeri) untuk mencicil.
4.
PERGAULAN
Tidak sedikit orang yang belum memiliki kepercayaan diri untuk
memutuskan sendiri untuk membeli tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan
orang lain yang di anggap memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih
dibandingkan dirinya sendiri. Meski
tidak ideal namun pembelian karya seni rupa secara mayoritas masih banyak
dipengaruhi oleh ‘telinga’, meningkatkan status sosial hingga ‘prospek
investasi’ dibandingkan untuk memenuhi kebutuhan estetika, hati dan mata. Untuk
itu perupa harus bisa ‘menempel’ kolektor yang bersedia mempromosikan karya dan
sang perupa ke orang-orang terdekat sang kolektor.
Kita banyak mendengar pengaruh seorang kolektor besar di
Magelang terhadap kolektor Magelang dan kota besar lainnya. Kalau kolektor
berkantong tebal saja masih banyak yang dipengaruhi kolekter besar asal Magelang
sebagai referensi mereka maka tidak berlebihan bila kita menyimpulkan bahwa
kolektor pemula juga membutuhkan figure untuk dijadikan ‘influencer’ atau teman
bertukar pikiran untuk mengurangi resiko ‘salah’ membeli.
5.
MOTIF MEMBELI
Motif untuk membeli sangat menentukan kompleksitas
menentukan harga yang pantas. Bila karya
seni rupa dibeli untuk diberikan ke orang lain maka biasanya pembeli menjadi
tidak terlalu sensitive terhadap harga bahkan cenderung memilih karya yang
harganya relative tinggi terutama kalau membeli dengan uang perusahaan untuk di
jadikan hadiah kepada kolega bisnis. Pembelian untuk dekorasi juga tidak
terlalu menekankan pada ‘kualitas’ karya karena sekedar untuk mengisi ruang
sehingga cenderung mencari harga yang rendah. Berbeda dengan mereka yang
membeli untuk di koleksi dan memenuhi tuntutan estetika murni yang cenderung
mengevaluasi karya dari berbagai aspek sehingga kadang lebih berani membayar
lebih mahal untuk karya yang di nilai bagus.
Terimakasih sudah berbagi pengalaman yang menarik.
ReplyDeleteJasa lukis cat minyak, lukis karikatur, lukis pensil dll : 081567662467
ReplyDelete